Pestisida
Pestisida (Inggris: pesticide) secara
harfiah berarti pembunuh hama (pest:hama; cide:membunuh). Menurut Peraturan
Pemerintah No. 7/1973, pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta
jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
1. Mengendalikan atau mencegah hama atau
penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasl pertanian;
2. mengendalikan rerumputan;
3. mengatur atau merangsang pertumbuhan
yang tidak diinginkan;
4. mengendalikan atau
mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau
ternak;
5. mengendalikan hama-hama air;
6. mengendalikan atau mencegah binatang-binatang
yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi, dengan
penggunaan pada tanaman, tanah, dan air.
(Djojosumarto, 2000).
Pestisida
adalah semua bahan yang dapat mempengaruhi kehidupan organism keidupan
mikroorganisme, atau pestisida adalah semua bahan-bahan racun yang digunakan
untuk membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang
diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya (Dadang, 2006).
Fungisida adalah zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan cendawan
(fungi). Fungisida umumnya dibagi menurut cara kerjanya di dalam tubuh tanaman
sasaran yang diaplikasi, yakni fungisida nonsistemik, sistemik, dan sistemik
local. Pada fungisida, terutama fungisida sistemik dan non sistemik, pembagian
ini erat hubungannya dengan sifat dan aktifitas fungisida terhadap jasad
sasarannya (Agronatural.com, 2012).
Fungisida adalah pestisida untuk
mengendalikan cendawan (fungi) me urut efeknya terhadap cendawan sasaran
terdiri atas dua macam. Pertama, senyawa-senyawa yang mempunyai efek fungistatik, yakni senyawa yang hanya
mampu menghentikan perkembangan cendawan. Cendawan akan berkembang lagi bila
senyawa fungistatik tersebu hilang. Kedua, senyawa-senyawa yang mempunyai efek fungitoksik atau efek fungisida (fungicidal effect), yakni
senyawa yang mampu membunuh cendawan. Cendawan tidak berkembang lagi meskipun senyawa
fungtoksik itu sudah hilang, kecuali ada infeksi baru.
Ditinjau dari segi ekonomi,
penggunaan fungisida memerlukan biaya yang cukup besar. Meskipun begitu
penggunaan pestisida termasuk taktik penting dalam konsep PHT. Penggunaan
pestisida dulum, kini dan yang akan dating tetap masih merupakan hal pokok yang
terpenting dalam manajemen pengendalian OPT dan JPT dengan syarat pemakaian
dosis yang tepat sesuai anjuran (Julmar, 2012).
Berdasarkan Jenis sasaran, pestisida
dapat dikelomkkan menjadi:
1.
insekstisida : sasaran dari
jenis serangga
2.
akarisida : sasaran dari
jenis tungau
3.
fungisida : sasaran dari
jenis cendawan
4.
nematisida : sasaran dari
jenis nematode
5.
bakterisida : sasaran dari
jenis bakteri
6.
moluskisida : sasaran dari
jenis moluska (keong)
7.
termisida : sasaran dari
jenis rayap
8.
herbisida : sasaran dari
jenis gulma
9.
Rodentisida : sasaran dari
jenis hewan pengerat
10.
Piscisida : sasaran dari
jenis ikan liar
(Dadang,.
2006).
Tinjauan Pustaka
Pengendalian
pestisida merupakan pengendalian yang paling sering digunakan petani untuk
melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit sehingga kehilangan hasil
akibat serangan hama dan penyakit dapat dikurangi. Kehilangan hasil akibat
serangan hama dan penyakit adalah sekitar 35% (Sudarmo, 2002).
Pestisida
untuk mengendalikan jamur (fungi) menurut efeknya terhadap jamur sasaran
terdiri atas dua macam. Pertama senyawa yang mempunyai efek fungistatik yakni
senyawa yang mampu menghentikan perkembangan jamur. Jamur akan berkembang lagi
bila senyawa fungistatik tersebut hilang. Kedua senyawa fungitoksik atau efek
fungisida yakni senyawa yang mampu membunuh jamur. Jamur tidak lagi berkembang
lagi meskipun senyawa fungitoksik itu sudah hilang kecuali ada infeksi yang
baru (Djojosumarto, 2000).
Penggunaan
fungisida dapat menimbulkan masalah lingkungan, residunya tidak terdegradasi
oleh organism kecuali mikroorganisma tertentu, akibatnya residu fungisida
terakumulasi dalam sel/jaringan organism dengan konsentrasi berbeda-beda antara
tingkat tropic yaitu dari tingkat tropic terbawah sampai tingkat tropic teratas
terjadi peningkatan konsentrasi residu. Manusia berpeluang menempati tingkat
tropic teratas berarti berpeluang pula sel/jaringan tubuhnya mendapat residu
konsentrasi tertinggi (Sudirman, 2000).
Fungisida
adalah zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan cendawan (fungi). Fungisida
umumnya dibagi menurut cara kerjanya di dalam tubuh tanaman sasaran yang
diaplikasi, yakni fungisida nonsistemik, sistemik, dan sistemikk local. Pada
fungisida terutama fungisida sistemik dan non sistemik, pembagian ini erat
hubungannya dengan sifat dan aktifitas fungisida terhadap sasaran jualnya (http://anggrek.org., 2012).
Fungisida
ditinjau dari segi mekanisme aktifitas biologinya dibagi dalam tiga tipe yaitu:
fungisida eradikan, fungisida protektan dan fungisida sistemik (Djunaedy,
2008).
Fungisida
umumnya dibagi menurut cara kerjanya di dalam tubuh tanaman sasaran yang
diaplikasi, yakni fungisida nonsistemik, sistemik, dan sistemik local. Pada
fungisida, terutama fungisida sistemik dan nonsistemik, pembagian ini erat
hubungannya dengan sifat dan aktivitas fungisida terhadap jasad sasarannya
(Djojosumarto, 2000).
PENGENALAN
FUNGISIDA
Aplikasi Kerja
Fungisida
Aplikasi
pestisida ditingkat petani sering dilakukan secara berjadwal dikenal dengan
sistem kalender dan sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu). Dalam sistem
kalender, waktu aplikasi pestisida sudah terjadwal, tanpa melihat apakah
populasi hama memang sudah pada tingkat merugikan sehingga diperlukan aplikasi
atau masih di bawah ambang ekonomi. Dengan kata lain ada atau tidak ada hama
aplikasi tetap dilakukan (Dadang, 2006).
Cara
dan waktu apliaksi fungisida akan mempunya pengaruh pada residu yang
dihasilkan. Bahan fungisida pada permukaan daun akan aus dengan cara yang
biasa, sedang bahan fungisida dalam jarignan akan bergerak ke tepi dan akhirnya
akan larut dalam jarignan. Pematahan metabolic menjurus akan kehilangan secara
sempurna aktifitas fungisidal. Pada fungisida sistemik residu akan mengalami
penetrasi kutikula lebih lanjut, sehingga masih akan berpengaruh dalam
penyimpanan (Djunaedy, 2008).
Ada
beberapa parameter yang dapat menentukan keberhasilan dari aplikasi pestisida
diantaranya adalah serangan OPT menurun, ini dapat dilihat dari menurunnya luas
serangan, dan populasi, tidak adany, tidak adanya kerusakan pada tanaman baik
pada daun maupun pada buah, keberadaan serangga penyerbuk dan musuh alami.
Diharapkan apliaksi pestisida tidak menyebabkan menurunnya popilasi serangga
penyerbuk dan musuh alami, dan residu pestisida pada produk baik buah maupun
daun (Dadang, 2006).
Dalam
aplikasi pestisida ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu aplikasi
pestiida haruslah efisien artinnya sesuai dengan kebutuhan, efektif artinya
aplikasi pestisida haruslah tepat sasaran, dan aman aplikasi haruslah aman baik
bagi pelaku/operator maupun bagi lingkungan, keamanan ini dapat dilihat atau
ditentukan dari cara aplikasi (Dadang, 2006).
Ketepatan
aplikasi pestisida meliputi dan dapat dilihat dari identifikasi sasaran
(serangga, patogen, gulma), jenis pestisida (insektisida, fungisida, herbisida,
dll), dosis/konsentrasi (kebutuhan pestisida), waktu aplikasi (cuaca, sinar
matahari) dan cara aplikasi (alat aplikasi dan keamanan) (Dadang, 2006).
Pembagian
Fungisida
Berdasarkan
bentuk fisik, pestisida dapat berupa dalam bentuk cair, bentuk padat, dan
aerosol. Berdasarkan bentuk formulasi, pestisida dikelompokkan menjadi: butiran
(G/granul), Powder (tepung), EC (Emulsifiable Concentrates), AS, dan beberapa
kode informasi lain yang tidak perlu penambahan air dan dapat langsung
diaplikasikan. Berdasarkan cara kerja, pestisida dapat dikelompokkan menjadi:
kelompok IGR, racun syaraf, mempengaruh fungsi enzim, dan mempengaruhi tingkah
laku dan lain-lain (Dadang, 2006).
Macam-macam
pestisida antara lain insektisida (pembunub serangga), fungisida (pembunuh cendawan),
herbisida (pembunuh gulma), larvasida (pembunuh larva), rodentisida (pembunuh
binatang pengerat), dan avisida (pembunuh burung). Empat golongan insektisida
yang banyak digunakan menurut rmnus bangunnya adalah hidrokarbon berklor,
organofosfal, karbarnat, dan piretroid. Sementara itn, golongan fungisida yang
sering digunakan menurut rmnns bangunnya antara lain organosu\fur,
benzimidazol, pirimidin, tiofanal, oksatin dan dinitrofenol (Purnama, 1998).
Berdasarakan
cara masuk, pestisida dikelompokkan: racun syaraf, racun perut, racun sistemik,
dan fumigant. Berdasarkan asal bahan aktif, pestisida dapat digolongkan menjadi
sintetik, dan hasil alam (Dadang, 2006).
Efek
Samping Penggunaan Fungisida
Penggunaan fungisida
dapat menimbulkan masalah lingkungan, residunya tidak terdegradasi oleh
organisma kecuali mikroorganisma tertentu, akibatnya residu fungisida
terakumulasi dalam sel/jaringan organisma dengan konsentrasi berbeda-beda
antara tingkat tropik yaitu dari tingkat tropik terbawah sampai tingkat tropik
teratas terjadi peningkatan konsentrasi residu. Manusia berpeluang menempati
tingkat tropik teratas berarti berpeluang pula sel/jaringan tubuhnya mendapat
residu konsentrasi tertinggi (Sudirman, 2010).
Dampak negatif lainnya dari
penggunaan fungisida menurut Davies (2000) dapat menghambat perkembangan hifa
dan kolonisasi fungi mikoriza arbuskula (FMA). Sementara perkembangan hifa dan
kolonisasi FMA yang baik memberi manfaat bagi tanaman dalam hal peningkatan kemampuan
penyerapan tanaman terhadap unsur hara makro P, peningkatan kemampuan tanaman
menyerap unsur mikro Cu, Zn, Bo (Anonimus, 2006), menghambat infeksi patogen
(Abbott dan Robson, 1984), memperlambat proses penuaan akar (Imas dkk.,
1989), meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres kekeringan (Setiadi,
1993). Dengan demikian berarti penggunaan fungisida menimbulkan kerugian
terhadap keanekaragaman dan aktivitas mikroba tanah bermanfaat (Dadang, 2006).
Penggunaan fungisida walaupun telah
banyak disebut-sebut menimbulkan pengaruh buruk terhadap lingkungan, namun
banyak pengguna fungisida yang tidak bersedia meninggalkan fungisida untuk
beralih ke jenis pengendali hayati. Permasalaahan tersebut disebabkan yang
pertama hambatan pertumbuhan dan perkembangan fungi patogen yang dikendalikan
menggunakan fungisida lebih cepat dapat diamati hasilnya daripada menggunakan
pengendali hayati, dan yang kedua pengguna fungisida tidak merasakan akibat
buruk penggunaan fungisida berupa kerugian secara langsung dari sisi nilai nominal
hasil usaha pertaniannya (Dadang, 2006).
Cara dan waktu apliaksi akan
mempunya pengaruh pada residu yang dihasilkan. Bahan fungisida pada permukaan
daun akan aus dengan cara yang biasa, sedang bahan fungisida dalam jarignan
akan bergerak ke tepi dan akhirnya akan larut dalam jarignan. Pematahan
metabolic menjurus akan kehilangan secara sempurna aktifitas fungisidal. Pada
fungisida sistemik residu akan mengalami penetrasi kutikula lebih lanjut,
sehingga masih akan berpengaruh dalam penyimpanan (Djunaedy, 2008).
Fungisida
Sistemik
Fungisida
sistemik adalah senyawa kimia apabila diaplikasikan terhadap tanaman, sebagian
akan ditranslokasikan ke bagian lain, dalam kuantitas fingsidal. Aplikasi dapat
melalui tanah untuk diabsorbsi oleh akar, atau melalui penetrasi daun, atau
injeksi melalui batang (Djunaedy, 2008).
Fungisida
sistemik diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian
tanman lainnya melalui pembuluh angkut maupun melalui jalur simplas (melalui
dalam sel). Pada umumnya fungisida sistemik ditranslokasikan ke bagian atas
(akropetral), yakni dari organ akar ke daun. Beberapa fungisida sistemik juga
dapat bergerak ke bawah, yakni dari daun ke akar (basipetal) (http://anggrek.org,
2012).
Mekanisme
kerja fungisida sistemik meliputi netralisasi enzim atau toksin yang terkait
dalam invasi dan kolonisasi jamur, akumulasi selektif fungisida karena
permeabilitas dinding sel jamur menjadi lebih besar,terjadinya kerusakan
membrane semipermeabel dan struktur infeksi jamur, penghambatan sistem enzim
jamur, sehingga mengganggu terbentuknya buluh kecambah apresorium dan
haustorium, terjadinya chelat dan presipitasi zat kimia, terjadinya
antimetabolisme, mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein tersebut
digunakan ( Djunaedy, 2008).
Fungisida
sistemik tidak mudah dipengaruhi oleh faktor iklim atau cuaca karena senyawa
ini dapat memasuki jaringan tumbuhan. Beberapa fungisida organic sistemik
antara lain benomil dan karbendazim, yang memiliki toksisitas sedang terhadap
mamalia. Fungisida tersebut termasuk ke dalam golongan benzimidazol dan banyak
digunakan cendawan pada buah-buahan, termasuk pada buah anggur, apel, dan per (
Purnama, 1998).
Fungisida
sistemik diaplikasikan apabila organisme penyebab penyakit sudah ada di dalam
tanaman atau pada tanaman di tingkat awal infeksi atau sebelum gejala kerusakan
menjadi irreversible. Bila patogen
telah ada di dalam tanaman, maka fungisida ini harus mampu untuk mengadakan
penetrasi guna melancarkan kegiatan peracunan, dalam hal ini diperlukan
aktifitas nonsistemik (Djunaedy, 2008).
Fungisida
Non Sistemik
Fungisida
nonsistemik tidak dapat diserap dan ditranslokasikan didalam jarignan tanaman.
Fungisida nonsitemik hanya membentuk lapisan penghalang di permukaan tanaman
(umumnya daun) temapt fungisida disemprotkan. Fungisida ini hanya berfungsi
mencegah infeksi cendawan dengan cara menghambat perkecambahan spora atau
miselia jamur yang menempel di permukaan tanaman. Karena itu, fungisida kontak
berfungsi sebagai protektan dan hanya efektif bila digunanakan sebelum tanaman
terinfeksi oleh penyakit. Akibatnya, fungisida nonsistemik harus sering
diaplikasikan agar tanaman secara terus-menerus terlindungi dari infeksi baru (http://anggrek.org,
2012).
Fungisida
nonsistemik seperti protektan diapliaksikan terutama pada permukaan bagian
tanaman (buah, batang, dan daun), sebelum, terjadinya penyakit atau sebelum
patogen mengadakan kontak permukaan bagian tersebut. Fungisida protektan
memerlukan waktu residual yang lama untuk memperoleh sifat proteksi yang lama
dan jika diaplikasikan langsung pada permukaan tanaman tidak boleh bersifat
fitotoksik. Sifat-sifat ini diperoleh pada fungisida anorganik seperti tembaga,
belerang, dan merkuri-organo (Djunaedy, 2008).
KESIMPULAN
1.
Fungisida adalah zat kimia yang digunakan untuk
mengendalikan cendawan (fungi).
2. Pestisida untuk mengendalikan jamur
(fungi) menurut efeknya terhadap jamur sasaran terdiri atas dua macam, yaitu
efek fungitastik dan efek fungtoksik.
3. Ada beberapa parameter yang dapat
menentukan keberhasilan dari aplikasi pestisida diantaranya adalah serangan OPT
menurun, ini dapat dilihat dari menurunnya luas serangan, dan populasi, tidak
adanya kerusakan pada tanaman baik pada daun maupun pada buah, keberadaan
serangga penyerbuk dan musuh alami.
4. Penggunaan fungisida dapat menimbulkan
masalah lingkungan, residunya tidak terdegradasi oleh organisma kecuali
mikroorganisma tertentu, akibatnya residu fungisida terakumulasi dalam
sel/jaringan organisma dengan konsentrasi berbeda-beda.
5. Fungisida sistemik adalah senyawa kimia
apabila diaplikasikan terhadap tanaman,
sedangkan fungisida nonsistemik adalah senyawa kimia yang diaplikan menyesuaikan keadaan yang
membuat fungisida itu dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.
2012. Fungisida. Diakses melalui (http://www.agro-natural.com/idnex?phpoption=com.html)
Pada Tanggal 6 mei 2013 Pukul 20.22. Medan
Anonimus².
2012. Pengenalan Fungisida. Diakses melalui (http://anggrek.org/pengenalan
fungisida.html). Pada tanggal 6 Mei 2013 Pukul 20.38. Medan.
Dadang.
2006. Pengenalan Pestisida dan Teknik Aplikasi. Diakses melalui (http://ipb.repository.ac.id/workshop/2123241/dadangces98.pdf)
pada tanggal 6 Mei 2013 Pukul 19.35. Bogor
Djojosumarto,
P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Djunaedy,
A. 2008. Aplikasi Fungisida Sistemik dan Pemanfaatan Mikoriza dalam Rangka
Pengendalian Tular Tanah pada Tanaman Kedelai Diakses melalui (http://pertanian.trunojoyo.ac.id/wp-contact/uploads/.../3-JUNED-EMBRYO.pdf).
pada tanggal 6 Mei 2013 Pukul 19.20. Madura.
Harahap,
Y. 2012. Uji Efektifitas Fungisida Sistemik dan Nonsistemik Terhadap
Perkembangan Penyakit Karat Pada Beberapa Varietas Jagung. Diakses melalui (http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/32822)
pada tanggal 6 Mei 2013 Pukul 18.23. Medan
Julimar.
2012. Uji Efektifitas Fungisida Sistemik dan Fungisida Nonsistemik Terhadap Perkembangan
Penyakit Hawar Daun Diakses melalui (http://
repository.usu.ac.id/handle/123456789/33757) pada tanggal 6 Mei
2013Pukul 18.15. Medan
Purnama,
H. 1998. Residu Insektisida dan Fungisida
Dalam Buah Anggur, Apel, dan Per Impor. Diakses
melalui (http://ipb.repository.ac.id/handle/123456789/31508)
pada tanggal 7 Mei 2012 Pukul 23.10. Medan
Sudirman.
2010. Pengaruh Penggunaan Fungisida Terhadap Perkecambahan Spora Fungi Mikoriza
Arbuskula. Diakses melalui (http://
repository.usu.ac.id/handle/123456789/203408) pada tanggal 6 Mei 2013
Pukul 18.11. Medan
Syawaluddin.
2010. Uji Efektifitas Fungisida Nabati dan Fungisida Kimia Terhadap Penyakit
Hawar Daun Pada Tanaman Jagung. Diakses melalui (http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17467)
pada tanggal 6 Mei 2013 Pukul 18.35. Medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar