Kamis, 08 September 2016

Pestisida dan Macam Macam Pestisida

Pestisida
Pestisida (Inggris: pesticide) secara harfiah berarti pembunuh hama (pest:hama; cide:membunuh). Menurut Peraturan Pemerintah No. 7/1973, pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
1. Mengendalikan atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasl pertanian;
2. mengendalikan rerumputan;
3. mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan;
4. mengendalikan atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau           
    ternak;
5.  mengendalikan hama-hama air;
6.  mengendalikan atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan  
     penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi, dengan        
     penggunaan pada tanaman, tanah, dan air.
(Djojosumarto, 2000).
            Pestisida adalah semua bahan yang dapat mempengaruhi kehidupan organism keidupan mikroorganisme, atau pestisida adalah semua bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya (Dadang, 2006).
            Fungisida adalah zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan cendawan (fungi). Fungisida umumnya dibagi menurut cara kerjanya di dalam tubuh tanaman sasaran yang diaplikasi, yakni fungisida nonsistemik, sistemik, dan sistemik local. Pada fungisida, terutama fungisida sistemik dan non sistemik, pembagian ini erat hubungannya dengan sifat dan aktifitas fungisida terhadap jasad sasarannya (Agronatural.com, 2012).
            Fungisida adalah pestisida untuk mengendalikan cendawan (fungi) me urut efeknya terhadap cendawan sasaran terdiri atas dua macam. Pertama, senyawa-senyawa yang mempunyai efek fungistatik, yakni senyawa yang hanya mampu menghentikan perkembangan cendawan. Cendawan akan berkembang lagi bila senyawa fungistatik tersebu hilang. Kedua, senyawa-senyawa yang mempunyai efek fungitoksik atau efek fungisida (fungicidal effect), yakni senyawa yang mampu membunuh cendawan. Cendawan tidak berkembang lagi meskipun senyawa fungtoksik itu sudah hilang, kecuali ada infeksi baru.
            Ditinjau dari segi ekonomi, penggunaan fungisida memerlukan biaya yang cukup besar. Meskipun begitu penggunaan pestisida termasuk taktik penting dalam konsep PHT. Penggunaan pestisida dulum, kini dan yang akan dating tetap masih merupakan hal pokok yang terpenting dalam manajemen pengendalian OPT dan JPT dengan syarat pemakaian dosis yang tepat sesuai anjuran (Julmar, 2012).
            Berdasarkan Jenis sasaran, pestisida dapat dikelomkkan menjadi:
1. insekstisida              : sasaran dari jenis serangga
2. akarisida                  : sasaran dari jenis tungau
3. fungisida                 : sasaran dari jenis cendawan
4. nematisida               : sasaran dari jenis nematode
5. bakterisida               : sasaran dari jenis bakteri

6. moluskisida             : sasaran dari jenis moluska (keong)
7. termisida                 : sasaran dari jenis rayap
8. herbisida                  : sasaran dari jenis gulma
9. Rodentisida             : sasaran dari jenis hewan pengerat
10. Piscisida                : sasaran dari jenis ikan liar
(Dadang,. 2006).
Tinjauan Pustaka




           
           Pengendalian pestisida merupakan pengendalian yang paling sering digunakan petani untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit sehingga kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit dapat dikurangi. Kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit adalah sekitar 35% (Sudarmo, 2002).
            Pestisida untuk mengendalikan jamur (fungi) menurut efeknya terhadap jamur sasaran terdiri atas dua macam. Pertama senyawa yang mempunyai efek fungistatik yakni senyawa yang mampu menghentikan perkembangan jamur. Jamur akan berkembang lagi bila senyawa fungistatik tersebut hilang. Kedua senyawa fungitoksik atau efek fungisida yakni senyawa yang mampu membunuh jamur. Jamur tidak lagi berkembang lagi meskipun senyawa fungitoksik itu sudah hilang kecuali ada infeksi yang baru (Djojosumarto, 2000).
            Penggunaan fungisida dapat menimbulkan masalah lingkungan, residunya tidak terdegradasi oleh organism kecuali mikroorganisma tertentu, akibatnya residu fungisida terakumulasi dalam sel/jaringan organism dengan konsentrasi berbeda-beda antara tingkat tropic yaitu dari tingkat tropic terbawah sampai tingkat tropic teratas terjadi peningkatan konsentrasi residu. Manusia berpeluang menempati tingkat tropic teratas berarti berpeluang pula sel/jaringan tubuhnya mendapat residu konsentrasi tertinggi (Sudirman, 2000).
            Fungisida adalah zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan cendawan (fungi). Fungisida umumnya dibagi menurut cara kerjanya di dalam tubuh tanaman sasaran yang diaplikasi, yakni fungisida nonsistemik, sistemik, dan sistemikk local. Pada fungisida terutama fungisida sistemik dan non sistemik, pembagian ini erat hubungannya dengan sifat dan aktifitas fungisida terhadap sasaran jualnya (http://anggrek.org., 2012).
            Fungisida ditinjau dari segi mekanisme aktifitas biologinya dibagi dalam tiga tipe yaitu: fungisida eradikan, fungisida protektan dan fungisida sistemik (Djunaedy, 2008).
            Fungisida umumnya dibagi menurut cara kerjanya di dalam tubuh tanaman sasaran yang diaplikasi, yakni fungisida nonsistemik, sistemik, dan sistemik local. Pada fungisida, terutama fungisida sistemik dan nonsistemik, pembagian ini erat hubungannya dengan sifat dan aktivitas fungisida terhadap jasad sasarannya (Djojosumarto, 2000).
          
PENGENALAN FUNGISIDA


Aplikasi Kerja Fungisida    

            Aplikasi pestisida ditingkat petani sering dilakukan secara berjadwal dikenal dengan sistem kalender dan sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu). Dalam sistem kalender, waktu aplikasi pestisida sudah terjadwal, tanpa melihat apakah populasi hama memang sudah pada tingkat merugikan sehingga diperlukan aplikasi atau masih di bawah ambang ekonomi. Dengan kata lain ada atau tidak ada hama aplikasi tetap dilakukan (Dadang, 2006).
            Cara dan waktu apliaksi fungisida akan mempunya pengaruh pada residu yang dihasilkan. Bahan fungisida pada permukaan daun akan aus dengan cara yang biasa, sedang bahan fungisida dalam jarignan akan bergerak ke tepi dan akhirnya akan larut dalam jarignan. Pematahan metabolic menjurus akan kehilangan secara sempurna aktifitas fungisidal. Pada fungisida sistemik residu akan mengalami penetrasi kutikula lebih lanjut, sehingga masih akan berpengaruh dalam penyimpanan (Djunaedy, 2008).
            Ada beberapa parameter yang dapat menentukan keberhasilan dari aplikasi pestisida diantaranya adalah serangan OPT menurun, ini dapat dilihat dari menurunnya luas serangan, dan populasi, tidak adany, tidak adanya kerusakan pada tanaman baik pada daun maupun pada buah, keberadaan serangga penyerbuk dan musuh alami. Diharapkan apliaksi pestisida tidak menyebabkan menurunnya popilasi serangga penyerbuk dan musuh alami, dan residu pestisida pada produk baik buah maupun daun (Dadang, 2006).
            Dalam aplikasi pestisida ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu aplikasi pestiida haruslah efisien artinnya sesuai dengan kebutuhan, efektif artinya aplikasi pestisida haruslah tepat sasaran, dan aman aplikasi haruslah aman baik bagi pelaku/operator maupun bagi lingkungan, keamanan ini dapat dilihat atau ditentukan dari cara aplikasi (Dadang, 2006).
            Ketepatan aplikasi pestisida meliputi dan dapat dilihat dari identifikasi sasaran (serangga, patogen, gulma), jenis pestisida (insektisida, fungisida, herbisida, dll), dosis/konsentrasi (kebutuhan pestisida), waktu aplikasi (cuaca, sinar matahari) dan cara aplikasi (alat aplikasi dan keamanan) (Dadang, 2006).

Pembagian Fungisida
            Berdasarkan bentuk fisik, pestisida dapat berupa dalam bentuk cair, bentuk padat, dan aerosol. Berdasarkan bentuk formulasi, pestisida dikelompokkan menjadi: butiran (G/granul), Powder (tepung), EC (Emulsifiable Concentrates), AS, dan beberapa kode informasi lain yang tidak perlu penambahan air dan dapat langsung diaplikasikan. Berdasarkan cara kerja, pestisida dapat dikelompokkan menjadi: kelompok IGR, racun syaraf, mempengaruh fungsi enzim, dan mempengaruhi tingkah laku dan lain-lain (Dadang, 2006).
Macam-macam pestisida antara lain insektisida (pembunub serangga), fungisida (pembunuh cendawan), herbisida (pembunuh gulma), larvasida (pembunuh larva), rodentisida (pembunuh binatang pengerat), dan avisida (pembunuh burung). Empat golongan insektisida yang banyak digunakan menurut rmnus bangunnya adalah hidrokarbon berklor, organofosfal, karbarnat, dan piretroid. Sementara itn, golongan fungisida yang sering digunakan menurut rmnns bangunnya antara lain organosu\fur, benzimidazol, pirimidin, tiofanal, oksatin dan dinitrofenol (Purnama, 1998).
            Berdasarakan cara masuk, pestisida dikelompokkan: racun syaraf, racun perut, racun sistemik, dan fumigant. Berdasarkan asal bahan aktif, pestisida dapat digolongkan menjadi sintetik, dan hasil alam (Dadang, 2006).

Efek Samping Penggunaan Fungisida
            Penggunaan fungisida dapat menimbulkan masalah lingkungan, residunya tidak terdegradasi oleh organisma kecuali mikroorganisma tertentu, akibatnya residu fungisida terakumulasi dalam sel/jaringan organisma dengan konsentrasi berbeda-beda antara tingkat tropik yaitu dari tingkat tropik terbawah sampai tingkat tropik teratas terjadi peningkatan konsentrasi residu. Manusia berpeluang menempati tingkat tropik teratas berarti berpeluang pula sel/jaringan tubuhnya mendapat residu konsentrasi tertinggi (Sudirman, 2010).
            Dampak negatif lainnya dari penggunaan fungisida menurut Davies (2000) dapat menghambat perkembangan hifa dan kolonisasi fungi mikoriza arbuskula (FMA). Sementara perkembangan hifa dan kolonisasi FMA yang baik memberi manfaat bagi tanaman dalam hal peningkatan kemampuan penyerapan tanaman terhadap unsur hara makro P, peningkatan kemampuan tanaman menyerap unsur mikro Cu, Zn, Bo (Anonimus, 2006), menghambat infeksi patogen (Abbott dan Robson, 1984), memperlambat proses penuaan akar (Imas dkk., 1989), meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres kekeringan (Setiadi, 1993). Dengan demikian berarti penggunaan fungisida menimbulkan kerugian terhadap keanekaragaman dan aktivitas mikroba tanah bermanfaat (Dadang, 2006).
            Penggunaan fungisida walaupun telah banyak disebut-sebut menimbulkan pengaruh buruk terhadap lingkungan, namun banyak pengguna fungisida yang tidak bersedia meninggalkan fungisida untuk beralih ke jenis pengendali hayati. Permasalaahan tersebut disebabkan yang pertama hambatan pertumbuhan dan perkembangan fungi patogen yang dikendalikan menggunakan fungisida lebih cepat dapat diamati hasilnya daripada menggunakan pengendali hayati, dan yang kedua pengguna fungisida tidak merasakan akibat buruk penggunaan fungisida berupa kerugian secara langsung dari sisi nilai nominal hasil usaha pertaniannya (Dadang, 2006).
            Cara dan waktu apliaksi akan mempunya pengaruh pada residu yang dihasilkan. Bahan fungisida pada permukaan daun akan aus dengan cara yang biasa, sedang bahan fungisida dalam jarignan akan bergerak ke tepi dan akhirnya akan larut dalam jarignan. Pematahan metabolic menjurus akan kehilangan secara sempurna aktifitas fungisidal. Pada fungisida sistemik residu akan mengalami penetrasi kutikula lebih lanjut, sehingga masih akan berpengaruh dalam penyimpanan (Djunaedy, 2008).

Fungisida Sistemik

            Fungisida sistemik adalah senyawa kimia apabila diaplikasikan terhadap tanaman, sebagian akan ditranslokasikan ke bagian lain, dalam kuantitas fingsidal. Aplikasi dapat melalui tanah untuk diabsorbsi oleh akar, atau melalui penetrasi daun, atau injeksi melalui batang (Djunaedy, 2008).
            Fungisida sistemik diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanman lainnya melalui pembuluh angkut maupun melalui jalur simplas (melalui dalam sel). Pada umumnya fungisida sistemik ditranslokasikan ke bagian atas (akropetral), yakni dari organ akar ke daun. Beberapa fungisida sistemik juga dapat bergerak ke bawah, yakni dari daun ke akar (basipetal) (http://anggrek.org, 2012).
            Mekanisme kerja fungisida sistemik meliputi netralisasi enzim atau toksin yang terkait dalam invasi dan kolonisasi jamur, akumulasi selektif fungisida karena permeabilitas dinding sel jamur menjadi lebih besar,terjadinya kerusakan membrane semipermeabel dan struktur infeksi jamur, penghambatan sistem enzim jamur, sehingga mengganggu terbentuknya buluh kecambah apresorium dan haustorium, terjadinya chelat dan presipitasi zat kimia, terjadinya antimetabolisme, mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein tersebut digunakan ( Djunaedy, 2008).
            Fungisida sistemik tidak mudah dipengaruhi oleh faktor iklim atau cuaca karena senyawa ini dapat memasuki jaringan tumbuhan. Beberapa fungisida organic sistemik antara lain benomil dan karbendazim, yang memiliki toksisitas sedang terhadap mamalia. Fungisida tersebut termasuk ke dalam golongan benzimidazol dan banyak digunakan cendawan pada buah-buahan, termasuk pada buah anggur, apel, dan per ( Purnama, 1998).
            Fungisida sistemik diaplikasikan apabila organisme penyebab penyakit sudah ada di dalam tanaman atau pada tanaman di tingkat awal infeksi atau sebelum gejala kerusakan menjadi irreversible. Bila patogen telah ada di dalam tanaman, maka fungisida ini harus mampu untuk mengadakan penetrasi guna melancarkan kegiatan peracunan, dalam hal ini diperlukan aktifitas nonsistemik (Djunaedy, 2008).

Fungisida Non Sistemik
            Fungisida nonsistemik tidak dapat diserap dan ditranslokasikan didalam jarignan tanaman. Fungisida nonsitemik hanya membentuk lapisan penghalang di permukaan tanaman (umumnya daun) temapt fungisida disemprotkan. Fungisida ini hanya berfungsi mencegah infeksi cendawan dengan cara menghambat perkecambahan spora atau miselia jamur yang menempel di permukaan tanaman. Karena itu, fungisida kontak berfungsi sebagai protektan dan hanya efektif bila digunanakan sebelum tanaman terinfeksi oleh penyakit. Akibatnya, fungisida nonsistemik harus sering diaplikasikan agar tanaman secara terus-menerus terlindungi dari infeksi baru (http://anggrek.org, 2012).
            Fungisida nonsistemik seperti protektan diapliaksikan terutama pada permukaan bagian tanaman (buah, batang, dan daun), sebelum, terjadinya penyakit atau sebelum patogen mengadakan kontak permukaan bagian tersebut. Fungisida protektan memerlukan waktu residual yang lama untuk memperoleh sifat proteksi yang lama dan jika diaplikasikan langsung pada permukaan tanaman tidak boleh bersifat fitotoksik. Sifat-sifat ini diperoleh pada fungisida anorganik seperti tembaga, belerang, dan merkuri-organo (Djunaedy, 2008).
            
KESIMPULAN


1.            Fungisida adalah zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan cendawan (fungi).
2.         Pestisida untuk mengendalikan jamur (fungi) menurut efeknya terhadap jamur sasaran terdiri atas dua macam, yaitu efek fungitastik dan efek fungtoksik.
3.           Ada beberapa parameter yang dapat menentukan keberhasilan dari aplikasi pestisida diantaranya adalah serangan OPT menurun, ini dapat dilihat dari menurunnya luas serangan, dan populasi, tidak adanya kerusakan pada tanaman baik pada daun maupun pada buah, keberadaan serangga penyerbuk dan musuh alami.
4.        Penggunaan fungisida dapat menimbulkan masalah lingkungan, residunya tidak terdegradasi oleh organisma kecuali mikroorganisma tertentu, akibatnya residu fungisida terakumulasi dalam sel/jaringan organisma dengan konsentrasi berbeda-beda.
5.   Fungisida sistemik adalah senyawa kimia apabila diaplikasikan terhadap        tanaman, sedangkan fungisida nonsistemik adalah senyawa kimia yang        diaplikan menyesuaikan keadaan yang membuat fungisida itu dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA


Anonimus. 2012. Fungisida. Diakses melalui (http://www.agro-natural.com/idnex?phpoption=com.html) Pada Tanggal 6 mei 2013 Pukul 20.22. Medan
Anonimus². 2012. Pengenalan Fungisida. Diakses melalui (http://anggrek.org/pengenalan fungisida.html). Pada tanggal 6 Mei 2013 Pukul 20.38. Medan.
Dadang. 2006. Pengenalan Pestisida dan Teknik Aplikasi. Diakses melalui (http://ipb.repository.ac.id/workshop/2123241/dadangces98.pdf) pada tanggal 6 Mei 2013 Pukul 19.35. Bogor
Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Djunaedy, A. 2008. Aplikasi Fungisida Sistemik dan Pemanfaatan Mikoriza dalam Rangka Pengendalian Tular Tanah pada Tanaman Kedelai Diakses melalui (http://pertanian.trunojoyo.ac.id/wp-contact/uploads/.../3-JUNED-EMBRYO.pdf). pada tanggal 6 Mei 2013 Pukul 19.20. Madura.
Harahap, Y. 2012. Uji Efektifitas Fungisida Sistemik dan Nonsistemik Terhadap Perkembangan Penyakit Karat Pada Beberapa Varietas Jagung. Diakses melalui (http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/32822) pada tanggal 6 Mei 2013 Pukul 18.23. Medan
Julimar. 2012. Uji Efektifitas Fungisida Sistemik dan Fungisida Nonsistemik Terhadap Perkembangan Penyakit Hawar Daun Diakses melalui (http:// repository.usu.ac.id/handle/123456789/33757) pada tanggal 6 Mei 2013Pukul 18.15. Medan
Purnama, H. 1998. Residu    Insektisida dan   Fungisida    Dalam   Buah    Anggur, Apel, dan Per Impor. Diakses melalui (http://ipb.repository.ac.id/handle/123456789/31508) pada tanggal 7 Mei 2012 Pukul 23.10. Medan
Sudirman. 2010. Pengaruh Penggunaan Fungisida Terhadap Perkecambahan Spora Fungi Mikoriza Arbuskula. Diakses melalui (http:// repository.usu.ac.id/handle/123456789/203408) pada tanggal 6 Mei 2013 Pukul 18.11. Medan
Syawaluddin. 2010. Uji Efektifitas Fungisida Nabati dan Fungisida Kimia Terhadap Penyakit Hawar Daun Pada Tanaman Jagung. Diakses melalui (http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17467) pada tanggal 6 Mei 2013 Pukul 18.35. Medan
              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar