Senin, 12 September 2016

APLIKASI BIOCHAR SEKAM PADI DAN PUPUK KANDANG AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PENDAHULUAN


APLIKASI BIOCHAR SEKAM PADI DAN PUPUK KANDANG AYAM
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN                    TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) merupakan tanaman obat asli Indonesia disebut juga Curcuma javanica (Badan POM, 2004).Secara tradisional maupun empiris, rimpang temulawak telah ter-bukti berkhasiat untuk kesehatan. Kebutuhan temulawak untuk Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) men-duduki peringkat pertama di Jawa Timur yaitu 3.140,18 ton/tahun rimpang segar dan peringkat kedua di Jawa Tengah yaitu 361,80 ton/tahun rimpang. Temulawak dimanfaatkan untuk penyembuhan berbagai jenis penyakit dengan klaim khasiat cukup banyak (24 jenis penyakit). Oleh karena itu pada tahun 2004 pemerintah mencanangkan temulawak sebagai Minuman Kesehatan Nasional (Fazlini, dkk., 2014).
Luas panen temulawak pada tahun 2000 mencapai 433 ha dengan rata-rata produksi 10,7 ton/ha (Direktorat Aneka Tanaman, 2000). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan yang diperoleh dari hasil-hasil peneli-tian yaitu 20 ton/ha. Mengingat rendah-nya produksi yang dapat dicapai petani, sedangkan potensi pemanfaatannya un-tuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor sangat prospektif, maka pengembangan temulawak harus diiku-ti oleh cara budidaya yang baik agar di-peroleh produksi dan mutu yang tinggi serta terstandar baik pada budidaya or-ganik maupun konvensional  (Pribadi dan Mono, 2007).
Salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan produktivitas tanaman temulawak adalah sifat unggul tanaman (varietas), ketersediaan unsur hara (pupuk) seperti asupan bahan organik dan anorganik, serta aplikasi biochar pada konsentrasi yang optimal, pupuk kandang diperlukan untuk perkembangan pembentukan rimpang, sedangkan pupuk anorganik diperlukan untuk menyokong pertumbuhan vegetatif, produksi rimpang dan mutu                                                                    (Syahid dan Hadipoentyanti, 2007).
Banyaknya manfaat tanaman tersebut menyebabkan permintaannya terus meningkat. Produksi rimpang temulawak masih belum optimal hanya mencapai 20 ton/ha akan tetapi masih lebih tinggi dibandingkan dengan produksi rata – rata nasional 10,7 ton/ha, dengan pemakaian pupuk organik diharapkan mampu meningkatkan produktivitas temulawak (Fazlini, dkk, 2014).
Tongkol jagung (sekitar 25 – 30%) dan sekam padi (sekitar 25% dari hasil padi) sebagai limbah pertanian tersedia sangat melimpah di pusat-pusat produksi dan belum terman-faatkan dengan baik sehingga dianggap sebagai limbah. Tongkol jagung maupun sekam dapat diproses menjadi biochar (emas hitam untuk pertanian) yang digunakan sebagai amelioran utama untuk meningkatkan kandungan bahan organik, menaikkan pH dan produksi berbagai tanaman. Biochar merupakan senyawa organik berkarbon tinggi (40 – 60%) hasil proses pyrolisis (karbonisasi) yang resisten terhadap pelapukan sehingga mampu berfungsi sebagai amelioran organik yang efektif untuk memperbaiki kesuburan tanah dan mampu bertahan hingga ratusan tahun di dalam tanah (Sudjana, 2014).
Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui Aplikasi Biochar Sekam Padi Dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.)


Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan paper ini adalah untuk memenuhi komponen penilaian pada mata kuliah Budidaya Tanaman Obat dan Rempah dan sebagai bahan informasi bagi yang membutuhkan.




















TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.)
            Klasifikasi tanaman temulawak adalah Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Sub divisi : Angiospermae, Kelas : Monocotyledonae, Ordo : Zingiberales, Famili : Zingiberaceae, Genus : Curcuma, Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.
 Temulawak merupakan terna tahunan (perennial) yang tumbuh berumpun, berbatang basah yang merupakan batang semu yang terdiri atas gabungan beberapa pangkal daun yang terpadu. Tinggi tumbuhan temulawak sekitar 2 m (Pribadi dan Mono, 2007).
Daun berbentuk memanjang sampai lanset, panjang daun 50-55 cm dan lebarnya sekitar 15 cm, warna daun hijau tua dengan garis coklat keunguan. Tiap tumbuhan mempunyai 2 helai daun (Rahardjo dan Nur, 2007).
Tumbuhan temulawak mempunyai ukuran rimpang yang besar dan bercabang-cabang. Rimpang induk berbentuk bulat atau bulat telur dan disampingnya terbentuk 3-4 rimpang cabang yang memanjang. Warna kulit rimpang coklat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna daging rimpang kuning jingga atau jingga kecoklatan    (Pribadi dan Mono, 2007).
Perbungaan lateral yang keluar dari rimpangnya, dalam rangkaian bentuk bulir dengan tangkai yang ramping. Bunga mempunyai daun pelindung yang banyak dan berukuran besar, berbentuk bulat telur sungsang yang warnanya beraneka ragam (Wijayakusuma, 2007).


Syarat Tumbuh
Iklim
Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari.Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati.Namun demikian temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan. (Pribadi dan Mono, 2007).
Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara 19-30 ˚C.Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun (Rahardjo dan Nur, 2007).
Tanah
Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat.Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik.Dengan demikian pemupukan anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara yang cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur.Tanah yang mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah tergenang air                                    (Pribadi dan Mono, 2007).







APLIKASI BIOCHAR SEKAM PADI DAN PUPUK KANDANG AYAM
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN                    TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Biochar Sekam Padi
Biochar merupakan arang hayati dari sebuah pembakaran tidak sempurna sehingga menyisakan unsur hara yang dapat menyuburkan lahan. Jika pembakaran berlangsung sempurna, biochar berubah menjadi abu dan melepaskan karbon yang nilainya lebih rendah ditinjau dari pertimbangan masalah lingkungan                       (Gani, 2010).
Biochar dari limbah sekam padi cukup berpotensi di Provinsi Lampung mengingat areal sawah di Lampung tergolong luas. Selain itu, biochar dari sekam padi juga memiliki kandungan C-organik > 35% dan kandungan unsur hara makro seperti N, P dan K yang cukup tinggi (Nurida et al., 2012).Oleh karena itu, limbah sekam dapat diproses menjadi biochar yang dapat dikembalikan ke tanah sebagai bahan pembenah tanah (Gani, 2010).
Biochar dapat berfungsi sebagai pembenah tanah, meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menambahkan sejumlah nutrisi yang berguna serta meningkatkan sifat fisika dan biologi tanah. Biochar juga dapat memperbaiki sifat kimia, fisika, dan biologi tanah. Pencucian N dapat dikurangi secara signifikan dengan pemberian biochar ke dalam media tanam (Widjaja, 2002).
Karbon hitam yang berasal dari biomassa, atau arang hayati (biochar),dihasilkan melalui pembakaran pada temperatur 300-5000C dalam kondisi oksigen yang terbatas. Hasilnya, bahan organik sangat aromatis dengan konsentrasi karbon 70-80%   (Gani, 2010).

Pupuk Kandang Ayam
Salah satu pupuk organik yaitu pupuk kandang, pupuk kandang merupakan produk buangan dari binatang peliharaan seperti ayam, kambing, sapi dan kerbau yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Kualitas pupuk kandang sangat berpengaruh terhadap respon tanaman. Pupuk kandang ayam secara umum mempunyai kelebihan dalam kecepatan penyerapan hara, komposisi hara seperti N, P, K dan Ca dibandingkan pupuk kandang sapi dan kambing (Widowati, dkk., 2004).
Pengunaan pupuk kandang ayam berfungsi untuk memperbaiki struktur fisik dan biologi tanah, menaikan daya serap tanah terhadap air. Pemberian pupuk kandang berpengaruh dalam meningkatkan Al-dd dan menurunkan pH, hal ini disebabkan karena bahan organik dari pupuk kandang dapat menetralisir sumber kemasaman tanah. Pupuk kandang juga akan menyumbangkan sejumlah hara kedalam tanah yang dapat berfungsi guna menunjang pertumbuhan dan perkembangannya, seperti N, P, K (Wulandari, 2011).
Aplikasi Biochar Sekam Padi Dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu dari sembilan jenis tanaman unggulan dari Ditjen POM yang memiliki banyak manfaat sebagai bahan obat. Tanaman ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas, baik dipergunakan oleh masyaraka tdalam pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan ataupengobatan penyakit, maupun dalam industri obat tradisional dan kosmetika  (Yusron, 2009).
Produksi dan mutu temulawak sangat dipengaruhi oleh teknologi budidaya salah satunya adalah pemupukan. Secara umum dosis pupuk anorganik yang harus diberikan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen temulawak adalah : urea, SP-36 dan KCl, dengan dosis masing-masing 200 kg, 100 kg dan 100 kg/ha untuk pola monokultur, serta 200 kg/ha untuk pola tumpangsari. SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam, urea diberikan 3 kali yaitu, pada umur 1, 2 dan 3 bulan se-telah tanam masing-masing sepertiga bagian (Rahardjo dan Rostiana, 2005).
Penggunaan abu sekam padi dapat memperbaiki sifat kimia tanah. Kandungan kalium dan Fosfor alam yang terkandung pada abu sekam padi mampu meningkatkan KTK, menaikkan pH, membantu dalam ketersediaan Kalium, Fosfor, bahan organik, serta Magnesium. Abu sekam padi juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah antara lain porositas dan permeabilitas tanah dan perbaikan sifat biologi tanah dan peningkatan populasli bakteri yang menguntungkan lingkungan tanah (Hadi, 2006).
Dari hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa sekitar 20 % dari berat padi adalah sekam padi, dan bervariasi dari 13 sampai 29 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Putro dan Prasetyoko, 2007)
Manfaat pupuk kandang ayam telah banyak diteliti dan memberikan efek yang sangat besar terhadap pertumbuhan tanaman bahkan lebih besar dari kotoran hewan besar. Pupuk ini di samping mengandung unsur hara makro juga mengandung unsure mikro seperti Cu dan sejumlah kecil Mn, Co dan Bo yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman (Hakim, et al., 2006).
Produktivitas temulawak sangat dipengaruhi oleh ketersediaan nitrogen.Umumnya kebutuhan N dipenuhi dari pupuk buatan, seperti urea, ZA dan pupuk buatan lainnya. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian peranan pupuk N buatan ini dapat diganti dengan pupuk organik, bio dan alam. Pada umumnya untuk tanaman berimpang pupuk organik diperlukan dalam jumlah yang relatif besar baik untuk kesuburan fisik, kimia dan biologi. Pupuk organik yang dapat digunakan antara lain pupuk kandang, kasting, limbah kulit kopi dan sekam padi. Pemanfaatan sumber bahan organik seperti pupuk kandang, kasting, sekam padi dan limbah kulit kopi merupakan alternatif untuk memperbaiki kesuburan tanah dalam menunjang pertumbuhan dan produksi temulawak
Dari hasil penelitian fazlini et al (2014) pemberian pupuk kandang ayam                         20 ton/hektar berpengaruh terhadap tinggi tanaman, hal ini disebabkan oleh kandungan hara pupuk kandang ayam sangat tinggi seperti kandungan C.organik (11,21 %), N.total  (1,81 %), C/N (6), Bahan Organik (19,40), P (2,02 %), K (0,41 %). Ruhnayat (2011), menjelaskan bahwa kebutuhan unsur hara tanaman obat berimpang cukup tinggi. Kebutuhan unsur hara tersebut dipenuhi dari pupuk anorganik (Urea, SP-36 dan KCL) dan pupuk organik yaitu pupuk kandang. Pemberian pupuk organik memberikan respon yang positif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman obat berimpang, tetapi pupuk kandang ayam masih belum mampu memberikan hasil yang optimal pada pertumbuhan tanaman temulawak
Hasil penelitian Fazlini et al (2014) biochar sekam padi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman temulawak, hal ini diduga kandungan hara biochar yang digunakan masih rendah seperti C.organik (3,85 %), N.total (1,24 %), C/N (3), Bahan Organik (6,65), P (0,44 %), K (0,85 %). Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009), biochar mengandung sekitar 50% karbon yang ada dalam bahan dasar. Bahan organik yang terdekomposisi secara biologi biasanya mengandung karbon kurang dari 20% setelah 5-10 tahun. Kalau dibakar, bahan organik hanya meninggalkan 3% karbon, dari karbon biochar yang tersisa hanya sedikit, sehingga belum mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman temulawak, serta proses penguraiannya kedalam tanah membutuhkan waktu yang lama yaitu sampai bertahuntahun.
Hasil penelitian Rahardjo dan Ajijah (2007) menunjukkan bahwa pupuk organik dan pupuk alam (bokashi 10 ton/ha + pupuk bio 90 kg/ha + zeolit 300 kg/ha + pupuk fosfat alam 300 kg/ha.) hanya mampu menghasilkan rimpang temulawak sebesar 14,21 - 16,59 ton/ha.Namun pemberian pupuk bio tersebut belum mampu meningkatkan produksi rimpang temulawak pada tingkat optimal (20 ton/ha). Akan tetapi masih lebih tinggi dibandingkan dengan produksi rata-rata nasional (10,7 ton/ha)
Rahardjo (2010) juga menyatakan pemupukan K diduga berpengaruh terhadap meningkatnya kadar xanthorrizol dan kurkumin pada temulawak. Kadar kurkumin dan rimpang temulawak semakin meningkat dengan adanya penambahan unsur Nitrogen dan Kalium, karena unsur K akan meningkatkan translokasi kurkumin dari daun ke rimpang (Nihayati dan Murdiono, 2012). Analisis tanah yang dilakukan pada tanah di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kandungan bahan organik rendah sehingga masih memerlukan input bahan organik dalam jumlah yang besar, serta N total yang rendah. Kandungan N yang rendah tersebut menyebabkan tanaman memberikan respon yang positif terhadap penambahan pupuk yang mengandung N. Kandungan P tersedia dalam tanah berkisar dari sedang-sangat tinggi, sementara dari kemampuan pertukaran kation terlihat bahwa tanah di lokasi demplot memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi yang artinya tanah mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mempertukarkan dan menyerap kation
Hasil Dan Pembahasan
Dari Tabel 1 diatas perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata, terhadap tinggi tanaman, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada semua umur pengamatan 14 – 84 hst. Hasil tertinggi pada tinggi tanaman terdapat pada perlakuan tanpa pupuk kandang ayam (P0). Menurut Nobita (2012), perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah - tanah berat yang berliat, hal ini yang menyebabkan daya tumbuh rimpang lebih tinggi tanpa pupuk kandang ayam (P0), serta kandungan unsur hara didalam tanah masih cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman temulawak, pemberian pupuk kandang ayam yang digunakan padapenelitian ini membuat media tanam cepat kering. Hal ini terjadi karena pupuk kandang ayam yang bersifat panas, sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman temulawak.
Dari Tabel 2 diatas perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas tanaman, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas tanaman temulawak pada umur pengamatan 56, 70, 84 hst. Hasil tertinggi jumlah tunas terdapat pada perlakuan tanpa pemberian pupuk kandang ayam (P0), faktor tersebut diduga karena tanaman temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah. Kandungan hara tanah yang digunakan pada penelitian ini masih mencukupi untuk pertumbuhan tunas tanaman temulawak seperti kandungan, C.organik (1,23%), N.total (0,10%), C/N (12), Bahan organik tanah (2,12%). Menurut Syafi’i (2014), kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang, sehingga tanpa pemberian pupuk kandang ayam (P0) mampu memberikan hasil yang baik dibandingkan perlakuan 10 ton/ha pupuk kandang ayam (P1), 20 ton/ha pupuk kandang ayam (P2), 30 ton/ha pupuk kandang ayam (P3).
Dari Tabel 3 diatas perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah rimpang tanaman temulawak, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah rimpang tanaman temulawak. Hasil tertinggi pada jumlah rimpang terdapat pada perlakuan tanpa pupuk kandang ayam (P0). Faktor tersebut diduga karena daya tumbuh rimpang temulawak lebih tinggi tanpa pemberian pupuk kandang ayam dibandingkan dengan perlakuan 10 ton/ha pupuk kandang ayam (P1), 20 ton/ha pupuk kandang ayam (P2), 30 ton/ha pupuk kandang ayam (P3), dan unsur hara yang terkandung didalam tanah masih mencukupi untuk pertumbuhan jumlah rimpang. Selain itu umur panen juga mempengaruhi pertumbuhan rimpang tanaman, karena semakin tua umur panen maka semakin banyak pula rimpang yang tumbuh.  Menurut Khaerana et al., (2008), yang mengatakan bahwa perbedaan umur panen tanaman temulawak juga dapat mempengaruhi produktivitas dan mutu rimpang temulawak. Petani umumnya memanen tanaman temulawak pada umur 9 bulan, bahkan sampai umur 24 bulan, sedangkan penelitian yang dilakukan umur panen tanaman temulawak hanya 3 bulan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan jumlah rimpang tanaman.
Dari Tabel 4 diatas perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah rimpang tanaman temulawak, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah rimpang. Hasil terbaik bobot basah rimpang terdapat pada perlakuan tanpa pupuk kandang ayam (P0) mencapai (7,86 g), hasil uji BNT 5 % menunjukkan bahwa perlakuan 10 ton/ha pupuk kandang ayam (P1),  20 ton/ha pupuk kandang ayam (P2), 30 ton/ha pupuk kandang ayam (P3), masih belum memberikan hasil yang optimum terhadap bobot basah rimpang. Menurut Ferry et al. (2009) bahwa bobot rimpang temulawak sebagian besar mengandung air (80 %), sisanya (sebagian kecil) adalah bahan kering, dan kemungkinan pemberian pupuk kandang ayam dapat menurunkan bobot basah rimpang, seperti yang terjadi pada saat penelitian media pupuk kandang ayam yang digunakan mudah kering dan terasa panas, hal ini diduga karena kandungan C/N pupuk kandang ayam tinggi, sehingga media tanam kering, dan pada akhirnya dapat mengurangi air yang ada didalam rimpang temulawak. Andika (2013), menjelaskan bahwa bahan organic yang mempunyai C/N masih tinggi berarti masih mentah. Pupuk yang belum matang (C/N tinggi) dianggap merugikan, karena bila diberikan langsung ke dalam tanah bahan organic akan diserang oleh mikrobia (bakteri maupun fungi) untuk memperoleh energi, sehingga membutuhkan hara yang tinggi, populasi mikrobia akan terus berkembangbiak dan berperan sebagai pengganggu, dengan kata lain mikrobia bersaing dengan tanaman untuk memperebutkan hara yang ada.
Pada Tabel 5 diatas perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering rimpang tanaman temulawak, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering rimpang. Bobot kering rimpang tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa pemberian pupuk kandang ayam (P0) mencapai 1,75 gram, dibandingkan dengan pemberian pupuk kandang ayam, faktor tersebut diduga karena pemberian pupuk kandang ayam pengaruhnya kurang baik terhadap bobot kering rimpang. Selain itu umur panen juga mempengaruhi bobot kering rimpang, dan penelitian yang dilakukan dengan umur panen temulawak 3 bulan masih belum mampu memberikan hasil yang baik terhadap bobot kering rimpang, karena umur panen 3 bulan, tanaman masih dalam fase vegetatif.
Hasil penelitian Khaerana et al. (2008), menyatakan bahwa bobot kering rimpang yang dipanen pada umur 7 bulan nyata lebih tinggi dibanding rimpang yang dipanen pada umur 5 bulan. Tingginya kadar air rimpang pada saat rimpang dipanen pada umur 5 bulan, sedangkan rimpang yang dipanen pada umur 7 bulan menunjukkan komposisi bahan kering lebih besar dibanding rimpang yang dipanen umur 5 bulan. Selain itu umur panen 5 bulan, tanaman temulawak masih aktif melakukan pertumbuhan vegetatif, sehingga translokasi fotosintat lebih banyak ke organ vegetatif, sedangkan tanaman yang dipanen pada umur                     7 bulan, hasil fotosintat tanaman lebih mengarah ke organ penyimpanan, seperti rimpang.
Pada Tabel 6 diatas perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air tanaman temulawak, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa pemberian pupuk kandang ayam (P0) mencapai (274,74 %), hasil uji BNT 5 % menunjukkan bahwa perlakuan 10 ton/ha pupuk kandang ayam (P1), 20 ton/ha pupuk kandang ayam (P2), 30 ton/ha pupuk kandang ayam (P3) lebih rendah dibandingkan tanpa pemberian pupuk kandang ayam (P0). Faktor tersebut diduga pupuk kandang ayam mempunyai kelemahan mudah menguap karena bahan organiknya tidak terurai secara sempurna, banyak yang berubah menjadi gas, tanaman temulawak banyak yang kering akibat pupuk kandang ayam yang terlalu panas, sehingga dapat menurunkan kualitas kadar air rimpang. Pentingnya mengetahui kadar air rimpang tanaman temulawak adalah untuk menjaga kualitas rimpang tanaman yang banyak manfaatnya yaitu, sebagai bahan pengobatan, dan bahan aktifnya dapat digunakan sebagai bahan obat sintetik                      (Pribadi, 2009).












KESIMPULAN

1.      Biochar dari sekam padi juga memiliki kandungan C-organik > 35% dan kandungan unsur hara makro seperti N, P dan K yang cukup tinggi
2.      Pupuk kandang ayam secara umum mempunyai kelebihan dalam kecepatan penyerapan hara, komposisi hara seperti N, P, K dan Ca dibandingkan pupuk kandang sapi dan kambing
3.      Pemupukan K diduga berpengaruh terhadap meningkatnya kadar xanthorrizol dan kurkumin pada temulawak
4.      Kadar kurkumin dan rimpang temulawak semakin meningkat dengan adanya penambahan unsur Nitrogen dan Kalium, karena unsur K akan meningkatkan translokasi kurkumin dari daun ke rimpang
5.      Biochar sekam padi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman temulawak, karena bahan organic yang dibakar belum mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman temulawak, serta proses penguraiannya membutuhkan waktu bertahun tahun.
6.      Tidak terdapat pengaruh nyata pada perlakuan biochar sekam padi untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah rimpang, bobot basah rimpang, bobot kering rimpang dan kadar air rimpang.
7.      Terdapat pengaruh nyata perlakuan pupuk kandang ayam, tetapi belum terdapat hasil yang optimum pada perlakuan 10 ton/ha pupuk kandang ayam (P1), 20 ton/ha pupuk kandang ayam (P2), 30 ton/ha pupuk kandang ayam (30


DAFTAR PUSTAKA

Fazlini,  Lestari, S. U. dan R. I. Hapsari. 2014. Aplikasi Biochar Sekam Padi Dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Fakultas Pertanian. Universitas Tribhuawana Tunggadewi Malang.

Gani, A.  2010. Potensi Arang Hayati .Biochar. sebagai Komponen Teknologi Perbaikan Produktivitas Lahan Pertanian. Peneliti Balai Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.

Hakim, N., Pulung, M.A., Nyakpa, M.Y. 2006. Pupuk dan Pemupukan. Universitas Andalas. Padang

Pibadi, E.R dan Mono, R. 2007. Kajian Ekonomi Budidaya Organik Dan Konvensional Pada 3 Nomor Harapan Temulawak (Curcuma Xanthorhiza Roxb). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. J. Littro. Vol. XVIII (1) : 73-85.

Putro, A. L. dan D. Prasetyo. 2007. Abu Sekam Padi Sebagai Sumber Silika pada Sintesa Zeolit ZSM-5 Tanpa Menggunakan Templat Organik. J. Akta Kimindo 3:1

Rahardjo, M. dan Nur. A.  2007. Pengaruh Pemupukan Organik Terhadap Produksi Dan Mutu Tiga Nomor Harapan Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb.) Di Cibinong Bogor. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. J. Littro. Vol. XVIII (1) : 29 – 38.

Rahardjo, M. dan O. Rostiana. 2005b. Budidaya tanaman kunyit. Circular No. 11. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 30-35.

Syahid., S.F. dan Hadipoentyanti, E. 2007. Respon Temulawak                                                   (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Hasil Rimpang Kultur Jaringan Generasi Kedua Terhadap Pemupukan. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor.

Wulandari, V. 2011. Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Rosella Di Tanah Ultisol. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. Padang.

Widjaja, H. 2002. Penyimpanan karbon dalam tanah alternatif carbon sink dari pertanian konservasi. PPS Ilmu Tanah, IPB.

Widowati. L. R., Sri Widati, U. Jaenudin, W. Hrtatik. 2004. Pengaruh kompos pupuk organik yang Dipekaya dengan Bahan Mineral dan Pupuk Hayati terhadap Sifatsifat Tanah, Serapan Hara dan Produksi Sayuran Organik.Laporan Proyek Penelitian Program Pengembangan Agribisnis. Balai Penelitian Tanah.

Yusron, M. 2009. Respon Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Terhadap Pemberian Pupuk Bio Pada Kondisi Agroekologi Yang Berbeda. Jurnal Littri. Vol 15.( 4):              162 – 167.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar